Penjajah Tunduk Keistimewaan Tongkat -Kehebatan Ir. Soekarno atau Bung Karno dalam berjuang dan memimpin Indonesia masih terus dikenang. Beliau wafat pada 21 Juni 1970. Dan berkat jasa-jasanya namanya terus diingat.
Pemilik nama asli Koesno Sosrodihardjo memegang peranan penting dalam memerdekakan kemerdekaan Indonesia dalam penjajahan Belanda.
Selain kehebatan memimpin negara, Bung Karno juga diperbincangkan karena kesaktiannya. Dikutip dari kanal youtube Islam Populer, berikut 6 benda pusaka sakti yang diyakini dimiliki Bung Karno dalam perjuangan memerdekakan Indonesia. Di antaranya tongkat monyet dan peci hitamnya.
Penjajah Tunduk Keistimewaan Tongkat, Peci Hitam Bung Karno

- Peci Hitam
Mengenakan peci hitam pada setiap moment sudah menjadi ciri khas tersendiri bagi Bung Karno. Peci yang selalu dikenakannya merupakan benda sakral yang membawa kebaikan.
Kisahnya, ketika Bung Karno sedang melakukan perjalanan dinas ke Mesir ia disambut dengan sorakan ‘Ahmad Soekarno’.
- Wesi Kuning
Benda sakti milik bapak proklamator ini mirip seperti lidi. Benda ini dinamakan wesi kuning.
Kemana pun beliau pergi, selalu membawa benda kecil ini yang disembunyikan di balik bajunya.
Bukan sekedar benda biasa, kesaktian wesi kuning dapat disamakan dengan aji lembu sekilan yang dimiliki oleh Adipati Minakjinggo.
Ketika melawan pasukan Majapahit untuk mengawini ratu Majapahit, Dewi Suhito. Benda tersebut dapat melindungi Bung Karno dari mara bahaya.
Bukti kesaktian wesi kuning adalah lolosnya berbagai aksi percobaan pembunuhan dari serangan bom, pelemparan granat di Cikini dan Ciamis, sekelompok anggota desa DI/TII di jembatan Raja Mandala, penembakan border Kahar Muzakar. Ini membuktikan kesaktian wesi kuning milik Bung Karno.
- Tongkat Komando
Tongkat berukuran kurang lebih 30-40 cm ini memiliki kekuatan magis supranatural. Bung Karno selalu membawa tongkat komando ini dalam setiap kesempatan.
Tongkat komando ini selalu dipegang Bung Karno ketika kunjungan ke berbagai negara. Beliau juga membawa tongkat itu ketika berpidato di depan pemimpin atau Jenderal.
Tongkat tersebut terbuat dari kayu, yang berasal dari Pegunungan Kalak, Ponorogo di wilayah Utara Pacitan.
- Keris Bertuah
Keris bertuah ini diberi oleh keraton Yogyakarta. Tak hanya itu, beliau juga memiliki keris bertuah yang di koleksi.
Keris bertuah ini sebagai symbol sebagai pengendalian diri, harapan dan keyakinan, dan kesederhanaan. Bung Karno juga dikenal suka mengoleksi keris dan mendapat keris dalam perang puputan yang diberikan oleh ibunya keturunan Bali.
baca juga: Prajurit TNI Hilang Usai Kontak Tembak dengan KKB di Papua
Keris puputan ini dapat melindungi Bung Karno akhirnya, memimpin Indonesia. Akan tetapi, Bung Karno tidak mengakui adanya kekuatan hebat dari keris. Beliau hanya mengagumi kerajinan asli Indonesia, seni membuat keris yang semakin langkah.
- Tongkat Monyet
Bung Karno mendapat tongkat monyet karena telah melakukan pengasingan paksa di Belanda. Dinamakan tongkat Monyet karena berbentuk monyet di bagian kepala tongkat.
Tongkat ini digunakan ketika berjalan-jalan di Kota Ende. Bila bertemu dengan penjajah Belanda, Bung Karno akan memakai tongkat ini untuk mengarahkan tongkat ke muka penjajah. Dengan begitu bisa menundukkan kerasnya hati para penjajah Belanda.
- Batu merah delima
Jimat lain yang dimiliki oleh Bung karno adalah batu merah delima. Batu merah ini diketahui hilang pada tahun 1963 saat beliau ke Jogyakarta.
Misteri hilangnya cincin merah delima karena di ambil pemilik aslinya yaitu Nyi Roro Kidul. Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul meminjamkan batu merah delimanya kepada Bung Karno agar bisa menjadi raja di kerajaan manusia Indonesia.
Akan tetapi, dengan terpaksa ratu Nyi Roro Kidul mengambilnya secara gaib karena kerajaannya di gempur oleh kerajaan gaib di sekitarnya.
baca juga: Rusia peringgatkan Korsel agar tak kirim senjata ke Ukraina
Dengan diambilnya itu, Bung Karno akhirnya mudah dijatuhkan oleh lawan-lawan musuh terutama Soeharto. Itulah 6 benda pusaka sakti Bung Karno yang membuat Negara Belanda menyingkir dari Indonesia.
Bakti Kepada Ibu
sementara itu, menurut rosa daras, penulis buku ”sukarno, sepihan sejarah yang tercecer”, bahwa diantara bahwa banyak ketedalaan dari bung karno, rasanya keteladanan dari seorang bung karno, rasanya keteladanan ”bakti kepada ibu” ini termasuk keteladanan yang patut disemai.
”kesaktian” bung karno justru terletak pada restu sang ibu, disertai kesadaran tinggi, bahwa takdir, termasuk kapan maut menjemput, adalah mutlak milik tuhan,” ucap roso.
Ida Ayu Nyoman Rai Srimben, nama yang begitu di agungkan oleh seorang bung karno. Ia adalah seorang ibu yang telah menempahkan seluruh restu bagi perjuangan anaknya. Seorang ibu yang memangkunya disaat fajar menyingsing, seraya memeluk damn membisikan kara. ”jangan lupa nak…engkau adalah putra sang fajar”.
”tak pernah bung karnon lupakan, momentum pagi hari sebelum keberangkatannya ke surabaya, untuk melanjutkan sekolah di HBS. ”rebahan nak..rebahanlah di tanah…,” perintah sang ibu.
baca juga: Kremlin Akui Perang Rusia di Ukraina Sangat Sulit
tanoa bertanya, apabila memprotes, sukarno kecil pun segara rebah di tanah menghadap langit semesta. Sang bunda segera melangkahi tubuh kecil bung karno hingga tiga kali bilangannya.
itulah bentuk seluruh restu yang iya tumpahkan bagi sang putra.
Bung karno sadar, Ida Ayu Nyoman Rai Srimben tidak sadar.
Sejak itu, mereka harus ”berpisah”. Sejarah pun emudian mencatat, Bung Karno sekolah di Surabaya, menumpang dan digembleng oleh HOS Cokroaminoto.
Perjalanan selanjutnya adalah Bandung untuk menggapai titel insinyur di THS (sekarang ITB). Jika dideret rentetan sebelum dan setelahnya, akan tebentang sejarah panjang Bung Karno yang dramatis.
Sang ibu, yang kemudian berdiam di Blitar, adalah seorang ibu yang tidak pernah putus merestui dan mendoakan anaknya. Ada kalanya pula, Bung Karno yang sowan ke Blitar, menjemput restu.
baca juga: Akankah Camilla Menjadi Ratu Setelah Penobatan?
“Ya, dalam segala hal, Sukarno terus meng-up-date restu sang ibu. Dalam hal apa pun, entah ketika mengawali pelajaran, ketika mengawali kehidupan berumah-tangga, ketika ini dan itu restu ibu nomor satu,” bebernya.
Dokumen tutur dan foto menggambarkan, betapa tradisi sungkem dilakukan Bung Karno dari kecil hingga akhir kehidupan sang ibu.
“Adalah takdir seorang putra, yang senantiasa wajib berbakti kepada ibu hingga putus usia. Itu pula yang dilakukan Bung Karno,” jelasnya.