Yudo Bikin Onar di Sana-sini Ngaku Mental Disorder, Psikiater Buka Suara
netizenews.org – Publik dibuat heboh menyikapi perilaku Yudo Andreawan. Pria yang semula disorot setelah mengamuk di stasiun Manggarai, kini viral dikarenakan membentak-bentak polisi setelah diminta menunjukkan kartu tanda penduduk (KTP).
Potongan video viral memperlihatkan dirinya tengah duduk di sebuah ruangan. Sembari membentak polisi, Yudo menelepon seseorang. Dalam percakapan tersebut, ia juga kerap kali berbicara kasar.
“Bang, lu ke sini, Bang, Gua ditangkep polisi, ag. Ngomong sama dia ag, k****l,” bentak Yudo Andreawan.
Yudo Andreawan membentak kembali polisi tersebut dan menyuruhnya berbicara dengan seseorang di telepon genggamnya. Sementara itu, polisi tersebut terlihat tenang dan tak terpancing emosi.
“Woi, ngomong ini sama dia (yang di telepon), a****g,” ujar Yudo Andreawan mengarahkan polisi tersebut untuk berbicara dengan seseorang di telepon, sembari bersikeras tak mau menunjukkan KTP.
Sebelumnya, Yudo diamankan polisi setelah menganiaya temannya di salah satu mal Jakarta Pusat. Yudo Andreawan saat ini sedang diobservasi di Rumah Sakit Polri karena pengakuannya terkait mental disorder
Yudo Andreawan membentak kembali polisi tersebut dan menyuruhnya berbicara dengan seseorang di telepon genggamnya. Sementara itu, polisi tersebut terlihat tenang dan tak terpancing emosi.
Apa Kata Psikiater?
dr Lahargo Kembaren SpKJ dari RS Jiwa dr H Marzoeki Mahdi Bogor menilai apa yang dilakukan Yudo merupakan sikap agresivitas. Mudahnya seseorang tersulut emosi dan mengesampingkan pikiran rasional ini dipicu proses kompleks yang terjadi pada otak.

Apa yang terjadi dalam otak adalah proses neurobiologi yang menyebabkan suatu perilaku kekerasan terjadi. Terbagi menjadi dua bagian penting yang berperan yakni:
- Top Down (Brake/rem)
Bagian otak di area pre frontal cortex, bagian otak sebelah depan yang berfungsi sebagai pembuat keputusan, kontrol diri, pikiran rasional, logis dan pertimbangan.
- Bottom Up (Drive/gas)
Bagian otak tengah yaitu amigdala, yang dikenal sebagai sebagai pusat emosi atau perasaan.
“Di dalam area otak ini terdapat struktur, sirkuit saraf, neurotransmiter (zat kimia di otak) dan proses fisiologisnya,” terang dr Lahargo saat dihubungi detikcom Minggu (16/4/2023).
Jika kerusakan terjadi pada proses tersebut, otomatis fungsi mengontrol perilaku dan diri terganggu. Bagian otak amigdala disebutnya menjadi hiper responsif sampai muncul lah perilaku emosional.
“Ini semua lah yang kemudian berujung pada terjadinya sebuah perilaku kekerasan/agresivitas. Ditambah dengan memori yang traumatis yang tersimpan di area hipokampus membuat adanya ‘trigger’ yang mengingatkan peristiwa tidak menyenangkan dapat memicu kemarahan dan agresivitas,” sambungnya.
Di samping itu Yudo Andreawan, ada beberapa faktor baik genetik maupun faktor eksternal yang membuat seseorang amat mudah emosional, termasuk penyakit psikis maupun fisik. Berikut di antaranya:
- Faktor genetik dalam keluarga dengan riwayat perilaku kekerasan
- Adanya tumor otak, trauma kepala
- Gangguan metabolik, penyakit fisik
- Pemakaian alkohol, narkoba seperti shabu, ekstasi, tramadol, triheksifenidil, dextrometorphan, ganja, sinthe, dan lain lain.
- Riwayat menjadi korban perlakuan kekerasan, baik verbal, fisik, seksual di masa sebelumnya
- Menyaksikan perilaku kekerasan dalam kehidupan sehari hari, di rumah atau lingkungan sekitar
- Menjadi korban bullying
- Paparan media mengenai kekerasan, film, games, tontonan youtube, TV, medsos, dan lain lain.
- Stresor psikososial dalam kehidupan sehari hari (masalah keuangan, pertengkaran, perceraian, pendidikan, PHK, situasi tempat tinggal, dan lain-lain).